Sunday 4 September 2011

cemburu

Datangnya malam kemarin, subuh malah sekitar jam 3. Dia terasa saat saya buka akun facebook-nya. Saya melihat banyak pengetahuan mengalir masuk ke dirinya. Pengetahuan yang dulu ingin saya serap, tapi tak pernah sempat. Pengetahuan itu ia makan, kunyah, ditelan, dan dicerna. Begitu terus tanpa berkesudahan hingga rasanya pengetahuan itu begitu melimpah di dirinya.

Termenung saya. Cemburu itu hinggap. Ah, rasanya tak enak cemburu terhadap teman sendiri.

Tapi dari mana cemburu itu bisa datang? Pastinya karena sesuatu yang saya harapkan ada di diri saya, kenyataannya tidak ada di saya. Melainkan ada di dia. Saya tidak mau berhenti hingga di rasa cemburu itu. Pikir-pikir, dia punya kondisi materialis yang mendukungnya menyerap pengetahuan itu. Dan kondisi materialis itu adalah waktu luang. Itu yang tidak saya punya!

Kalau sudah terbentur pada alasan memiliki-kondisi-materialis, saya menyerah. Menyerah berpikir lebih jauh lagi, menyerah untuk merasa lagi. Dan, saya harus merendah hati menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwa dia punya waktu luang, saya tidak.

Ya, saya harus akuir saya tidak punya waktu luang. Habis waktu saya untuk kerja, melewati kemacetan Jakarta, dan istirahat karena lelah bekerja dan merayapi jalanan Jakarta. Alangkah menyedihkannya menjadi pekerja ibukota, tak berwaktu luang, tak meresap pengetahuan, sehingga hasilkan rasa cemburu pada teman sendiri.