Dua pekan
lalu saya ke Taman Suropati di Menteng, Jakarta Pusat. Kali ini saya tidak
berdua. Saya bawa empat kawan yang senang tertawa. Saya selalu suka duduk di taman
ini. Bahkan, bagi saya ini tempat publik yang paling menyenangkan di Jakarta.
Bagaimana
tidak? Setiap saya injakkan kaki ke taman ini, ada saja penyapa yang membuat
saya benar-benar jadi manusia. Penyapa kali pertama adalah tukang kopi
keliling. Dering sepedanya membahana menyambut saya, diiringi ucapan “kopi teh,
panas dingin ada.” Kalau saya berjalan cari lahan duduk, pasti ada seorang
tukang kopi mengikuti dari belakang sambil menggoes sepedanya. Dia berharap
kopi tehnya dibeli.
Penyapa
kedua adalah tukang rokok keliling. Nah, biasanya manusia satu ini cuma selewat
di depan muka saya, menawari rokok, lalu pergi. Jika rokok sudah habis, saya
beli. Jika tidak, terimakasih saja.
Pohon
rindang, si penyapa ketiga. Ah, makhluk satu itu.. saya suka pohon-pohon tinggi
nan rindang di sana, selalu teduh dibuatnya.
Seperti
itulah ketika saya bawa kawan-kawan saya yang suka tertawa. Namun, kali itu
suasana agak berbeda. Sebab, ada sekelompok pemain kulintang senandungkan musik
aduhai merdunya di tengah taman. Kebanyakan musik daerah yang mereka mainkan.
Lupa saya judul-judulnya. Tapi, saat itu saya ikut bersenandung karena masih
tersisa ingatan hafalan lagu-lagu semasa kecil dulu. Beberapa pengunjung taman ikut bergoyang saat musik mainkan Sajojo.
Sekitar
lima jam kami di sana mengiringi gelap, walau tidak sampai habiskan malam. Bagi-bagi cerita, tertawa sana-sini, duduk bersila hingga tidur-tiduran. Pulang
saya pastikan kami akan bersua lagi dua pekan mendatang di bawah pohon yang
sama.