Saturday 28 May 2011

melahap memori

Engkau kupuja sepanjang jalan. Saat kususuri tepi stasiun Cikini hingga ujung Jalan Diponegoro. Setiap langkah mengalir memori liar dari suatu waktu dan satu ruang itu. Tiga anak kecil yang baru pulang sekolah dan tertawa-tawa sepanjang jalan cuma jadi iklan. Setelah itu, memori liar itu datang lagi. Betapa senangnya saya ketika saya bisa menguasai memori itu. Saya bisa mengulang rupamu di satu kala, bisa meloncat ke kala lain. Malah bisa kuulangi beberapa kali adegan yang saya sukai. Saya tahu beberapa pejalan kaki menengok ke arah saya dengan mimik keheranan. Mungkin mereka menangkap senyum saya yang entah untuk siapa.

Untunglah saya masih sadar bahwa saya harus menyeberang jalan besar. Beberapa mobil melintas pelan, saya tekadkan diri untuk menyeberang. Ya, menyeberang jalan yang penuh kendaraan berjalan butuh tekad besar. Saya ciptakan tekad karena di dalamnya banyak kemungkinan. Bisa jadi saya selamat sampai di trotoar seberang, terserempet metromini, terkena asap dari knalpot bajaj yang hitam pekat, atau tertabrak. Setidaknya saya tahu tekad itu sebagai bentuk perjuangan saya melawan kematian. Juga untuk menyelamatkan memori di kepala saya.

Sampai di tepi jalan, sekali lagi, sebelum naik bus, saya kenang satu adegan yang saya sukai. Saya butuh memori itu terulang ketika saya berada di tempat luas. Tidak di bus yang bersekat di depan, belakang, dan samping kanan-kiri. Macam hidup ini cuma ada di kotak itu saja. Jadi, saya usahakan supaya akhir adegan itu selesai bersamaan dengan naiknya saya ke dalam bus. Dan, tepat selesai. Saya naik bus dengan langkah lega. Saya merasa seperti sutradara yang baru saja selesaikan naskahnya. Di dalam bus saya mencoba tidur setelah kasih ongkos ke kondektur. Tidur saya ditemani tembang pengamen jalanan. Ah, saya ini pengonsumsi besar memori liar.

No comments:

Post a Comment